Hubungan hukum para pihak dalam penerbitan obligasi
Di
Indonesia pada zaman sekarang banyak perkembangan-perkembangan lalu lintas
perekonomian yang mana banyak digunakan untuk menunjang stabilitas kehidupan
dan banyak terdapat pasar modal. Tujuannya menunjang pelaksanaan pembangunan
nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas
ekonomi nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat.
Masyarakat
diharapkan turut berperan serta dalam pembangunan ekonomi serta pembangunan
sektor ekonomi. Salah satunya sebagai sarana investasi yang dikenal dengan
obligasi sebagai instrumen jangka panjang yang mana juga termasuk dalam surat
berharga. Surat berharga yang dimaksud merupakan surat bukti tuntutan hutang,
pembawa hasil dan mudah diperjualbelikan. sebagai surat berharga, haruslah
didalam surat tercantum nilai yang sama dengan nilai dari perikatan dasarnya.
Unsur terpenting dalam surat berharga dapat dipindah tangankan atau
diperdagangkan dengan mudah. Surat berharga obligasi ini sendiri merupakan
instrumen utang perusahaan yang hendak memperoleh modal.
kata obligasi sendiri berasal dari
Bahasa Belanda, yaitu “Obligatie” atau “Verplicthing” atau “Obligataat”, yang
berarti kewajiban yang tak dapat ditinggalkan, Obligasi sering juga disebut
sebagai surat utang jangka panjang yang diterbitkan oleh suatu lembaga
dengan nilai nominal dan waktu jatuh tempo tertentu. Penerbit obligasi bisa
perusahaan swasta, BUMN, atau pemerintah baik pemerintah pusat maupun daerah.
Pihak-pihak yang terlibat dalam
obligasi :
1. Emiten
(Issuer) merupakan suatu perusahaan yang menjadi aktor utama yang bermaksud
menerbitkan suatu obligasi, emiten sendiri adalah pihak yang melakukan
penawaran umum. Pihak yang dimaksud adalah orang perseorangan, perusahaan
usaha bersama, asosiasi, atau kelompok yang berorganisasi;
2. Penjamin
Emisi Efek (Underwriter) merupakan pihak yang juga memegang peranan sangat
penting dalam penerbitan obligasi, penjamin emisi efek adalah pihak yang
membuat kontrak dengan emiten untuk melakukan penawaran umum bagi kepentingan
emiten dengan atau tanpa kewajiban untuk membeli sisa efek yang tidak terjual;
3. Wali
Amanat dalam penerbitan obligasi dikenal lembaga wali amanat (trustee). Lembaga
ini merupakan lembaga lembaga khusus yang yang harus ada dalam setiap
penerbitan efek yang bersifat hutang seperti obligasi. Wali amanat merupakan
pihak yang mewakili para pemegang obligasi dalam hubungannya dengan penerbitan
obligasi yang bersangkutan. Obligasi pada dasarnya merupakan surat hutang yang
sifatnya sepihak dan para pemegangnya tersebar luas;
4. Penanggung
(Guarantor), Jasa penanggung (guarantor) diperlukan apabila suatu pihak
(perusahaan, negara, pemerintah daerah) menerbitkan obligasi, dan tujuannya
adalah untuk menjamin pelunasan seluruh pinjaman pokok beserta bunga, apabila
ternyata dikemudian hari Emiten tidak mampu membayar atau wanprestasi;
5. Investor
(Masyarakat Pemodal) merupakan aktor utama yang berperan dalam kegiatan pasar
modal. Investor sebagai pihak yang menginvestasikan dananya di pasar modal,
dengan cara membeli Efek yang bersifat utang (obligasi) maupun efek yang
bersifat ekuitas. Investor yang terlibat dalam pasar modal Indonesia adalah
investor domestik dan asing, perorangan dan institusi yang mempunyai
karakteristik masing-masing.
Salah satu jenis obligasi yang
diperdagangkan di pasar modal kita saat iniu adlah obligasi kupon (coupon bond)
dengan tingkat bunga tetap (fixed) selama masa berlaku obligasi. Berinvestasi
dalam obligasi mirip dengan berinvestasi di deposito pada bank. Bila anda
membeli obligasi, anda akan memperoleh bunga/kupon yang tetap secara berkala
biasanya setiap 3 bulan, 6 bulan, atau 1 tahun sekali sampai waktu jatuh tempo.
Ketika obligasi tersebut jatuh tempo, penerbit harus membayar kepada investor
sesuai dengan nilai dari obligasi tersebut beserta bunga/kupon terakhirnya.
Dengan karakteristik seperti ini,
bagi mereka yang memasuki masa pensiun, tentunya investasi ini sangat baik
karena adanya kebutuhan reguler selama masa pensiun. Pertama, Obligasi
Pemerintah Pusat (Government Bonds). Obligasi ini merupakan suatu jenis
obligasi yang dikeluarkan oleh suatu pemerintah pusat dari suatu negara dengan
tujuan untuk membiayai dan membangun Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Di
Indonesia saat ini hanya obligasi Bank Indonesia yang dipasarkan di pasar
internasional yang dimaksudkan untuk bench mark bagi obligasi BUMN dan
perusahaan swasta nasional. Obligasi pemerintah daerah (municipal bonds),
obligasi ini merupakan suatu jenis obligasi yang dikeluarkan oleh suatu
pemerintah daerah dengan tujuan untuk membiayai dan membangun Badan Usaha Milik
Daerah. Undang-undang Otonom daerah memungkinkan Pemda untuk mengeluarkan
obligasi, karena Pemda sudah lebih bebas menentukan kebijakan dalam memajukan
daerahnya. Obligasi Pemda belum ada di Indonesia, walaupun dari segi potensi
ada beberapa Pemda yang mempunyai prospek untuk mengeluarkan obligasi dalam
rangka menambah dana investasi Pemda. Obligasi perusahaan swasta (corporate
bonds). Obligasi ini merupakan suatu obligasi yang diterbitkan oleh suatu
perusahaan swasta yang membutuhkan dana atau modal secara cepat dalam rangka membangun
dan memperluas bisnis perusahaannya. Di Indonesia, obligasi perusahaan swasta
ini diterbitkan oleh suatu perusahaan yang telah memenuhi persyaratan dan
pernyataan pendaftarannya telah dinyatakan efektif oleh Bapepam.
Hubungan hukum yang timbul atas perjanjian
dalam penerbitan obligasi ini menurut Wirjono Projodikoro merupakan perjanjian
pinjam meminjam (Hutang-Piutang). Dasar hukum yang mengatur perjanjian pinjam
meminjam adalah Pasal 1754-1769 KUHPerdata : “Pinjam meminjam adalah perjanjian
dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain sejumlah tertentu
barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang
belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan
yang sama pula”.
Perjanjian pinjam meminjam terkait
dari kesepakatan para pihak yang terkait dalam obligasi. Penerbitan obligasi
sendiri tercipta suatu hubungan hukum antara para pihak yaitu antara
emiten dan wali amanat, emiten dan investor, dan antara wali amanat dan
investor.
Akibat penerbitan obligasi yang
timbul dari hubungan hukum dalam perjanjian pinjam meminjam yaitu timbulnya hak
dan kewajiban antara pihak peminjam (kreditur) dan pihak yang meminjamkan
(debitur), hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1759 dan Pasal 1763 KUHPerdata.
Pasal 1759 KUHPerdata : “Orang yang meminjamkna tidak dapat meminta kembali apa
yang telah dipinjamkannya sebelum lewatnya waktu yang ditentukan dalama
perjanjian”. Pasal 1763 KUHPerdata : “Siapa yang menerima pinjaman, sesuatu
diwajibkan mengembalikannya dalam jumlah dan keadaan yang sama pada waktu yang
ditentukan”.
Hubungan hukum antara emiten dan
investor dalam transaksi perdagangan obligasi antara lain berupa kewajiban
membayar pinjaman beserta bunga oleh emiten kepada investornya, dengan demikian,
timbulnya perjanjian antara kedua belah pihak. Dalam hal ini kedudukan investor
sebagai kreditur dan emiten sebagai debitur. Hal ini karena emiten meminjam
uang kepada investor, sehingga timbul kewajiban bagi emiten untuk mengembalikan
uang yang dipinjamnya kepada investor yang sesuai dengan yang telah
diperjanjikannya. Sehingga kedudukan emiten adalah sebagai debitur dan pemegang
obligasi sebagai kreditur. Pemegang obligasi berhak atas pengembalian hutang
pokok obligasi (hoofdsom) dan juga bunga (interessen) dari hutang pokok
tersebut. Hubungan hukum antara emiten dan wali amanat adalah hubungan hukum
antara penerbit obligasi dan pihak yang mewakili investor. Hubungan keduanya
diawali oleh kewajiban dari setiao emiten yang ingin menerbit obligasi untuk
menunjuk salah satu pihak independen sebagai wali amanat yaitu pihak yang
mewakili calon investor. Hubungan hukum antara emiten dengan wali amanat dibuat
dalam suatu kontrak perwaliamanatan. Pada waktu ini wali amanat adalah dianggap
sebagai wakil para pemegang obligasi yang nantinya akan membeli obligasi dari
penerbit. Kontrak perwaliamanatan merupakan perjanjian tak bernama yang diatur
dalam Pasal 1319 KUHPerdata yang menyebutkan, semua persetujuan yang dibuat
secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Kesepakatan atas perjanjian yang dibuat secara sah merupakan undang-undang bagi
pihak-pihak yang membuatnya.
No comments:
Post a Comment