Tuesday, May 8, 2012

PENGARUH HUKUM INTERNASIONAL DAN GLOBALISASI EKONOMI


PENGARUH HUKUM INTERNASIONAL DAN GLOBALISASI EKONOMI


Perkembangan yang mandiri dari perusahaan multinasional, kerap kali diramalkan adalah perkembangan suatu badan yang benar-benar tanpa kebangsaan, dan benar-benar mandiri. Peradaban dunia yang kemudian menjadi hukum internasional turut mempengaruhi pembangunan hukum nasional dan sistem perekonomian negara berkembang. Globalisasi ekonomi sebenarnya sudah terjadi sejak lama, masa perdagangan rempah-rempah, masa tanaman paksa (Cultuur stelsel) dan masa dimana modal swasta Belanda Zaman Kolonial dengan buruh paksa. Pada ketiga periode tersebut hasil bumi Indonesia sudah sampai ke Eropah dan Amerika. Sebaliknya impor tekstil dan barang-barang manufaktur, betapun sederhananya telah berlangsung lama. Globalisasi ekonomi sekarang ini adalah manifestasi yang baru dari pembangunan kapitalisme sebagai sistem ekonomi internasional.

          Manakala ekonomi menjadi terintegrasi, harmonisasi hukum mengikutinya. Terbentuknya WTO (World Trade Organization) telah didahului oleh terbentuknya blok-blok ekonomi regional seperti Masyarakat Eropah, NAFTA, AFTA dan APEC. Tidak ada kontradiksi antara regionalisasi dan globalisasi perdagangan. Sebaliknya integrasi ekonomi global mengharuskan terciptanya blok-blok perdagangan baru. Berdagang dengan WTO dan kerjasamanya ekonomi regional berarti mengembangkan institusi yang demokratis, memperbaharui mekanisme pasar, dan memfungsikan sistim hukum.
Perkembangan dalam teknologi dan pola kegiatan ekonomi membuat masyarakat di dunia semakin saling bersentuhan, saling membutuhkan, dan saling menentukan nasib satu sama lain, tetapi juga saling bersaing. Hal ini secara dramatis terutama terlihat dalam kegiatan perdagangan dunia, baik di bidang barang-barang (trade in goods), maupun di bidang jasa (trade in services). Saling keterkaitan ini memerlukan adanya kesepakatan mengenai aturan main yang berlaku. Aturan main yang diterapkan untuk perdagangan internasional adalah aturan main yang berkembang dalam sistem GATT/WTO.
Bagaimanapun juga karakteristik dan hambatannya, globalisasi ekonomi menimbulkan akibat yang besar sekali pada bidang hukum. Globalisasi ekonomi juga menyebabkan terjadinya globalisasi hukum. Globalisasi hukum tersebut tidak hanya didasarkan kesepakatan internasional antar bangsa, tetapi juga pemahaman tradisi hukum dan budaya antara barat dan timur.
Globalisasi di bidang kontrak-kontrak bisnis internasional sudah lama terjadi. Karena negara-negara maju membawa transaksi baru ke negara berkembang, maka partner mereka dari negara-negara berkembang menerima model-model kontrak bisnis internasional tersebut, bisa karena sebelumnya tidak mengenal model tersebut, dapat juga karena posisi tawar yang lemah. Oleh karena itu tidak mengherankan, perjanjian patungan (joint venture), perjanjian waralaba (franchise), perjanjian lisensi, perjanjian keagenan, hampir sama di semua negara.

            Konsultan hukum suatu negara dengan mudah mengerjakan perjanjian-perjanjian semacam itu di negara-negara lain. Lebih lanjut Erman Rajagukguk mengatakan, persamaan ketentuan-ketentuan hukum berbagai negara bisa juga terjadi karena suatu negara mengikuti model negara maju berkaitan dengan institusi-institusi hukum untuk mendapatkan akumulasi modal. Undang-undang Perseroan Terbatas berbagai negara, dari “Civil Law” maupun “Common Law” berisikan substansi yang serupa. Begitu juga dengan peraturan pasar modal, dimana saja tidak berbeda, satu sama lain hal karena dana yang mengalir ke pasar-pasar tersebut tidak lagi terikat benar dengan waktu dan batas-batas negara.
Tuntutan keterbukaan (transparency) yang semakin besar, berkembangnya kejahatan internasional dalam pencucian uang (money laundering) dan insider trading mendorong kerjasama internasional.
Dibalik usaha keras menciptakan globalisasi hukum, masih menurut Erman, tidak ada jaminan bahwa hukum tersebut akan memberikan hasil yang sama yang di semua tempat. Hal mana dikarenakan perbedaan politik, ekonomi dan budaya. Hukum itu tidak sama dengan kuda. Orang tidak akan menamakan keledai atau zebra adalah kuda. Walau bentuknya hampir sama. Kuda adalah kuda. Hukum tidak demikian. Apa yang disebut hukum itu tergantung kepada persepsi masyarakatnya.
Friedman, mengatakan bahwa tegaknya peraturan-peraturan hukum tergantung kepada budaya hukum masyarakatnya. Budaya hukum masyarakat tergantung kepada budaya hukum anggota-anggotanya yang dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan, lingkungan budaya, posisi atau kedudukan, bahkan kepentingan-kepentingan.

               Dalam menghadapi hal yang demikian itu perlu “check and balance” dalam bernegara. “check and balance” hanya bisa dicapai dengan parlemen yang kuat, pengadilan yang mandiri, dan partisipasi masyarakat melalui lembaga-lembaganya.
Dalam hal di atas, khususnya dalam masalah pengawasan dan Law Enforcement, dua hal yang merupakan komponen yang tak terpisahkan dari sistim rule of law. Tidak akan ada law enforcement kalau tidak ada sistim pengawasan dan tidak akan ada rule of law  kalau tidak law enforcement yang memadai. Dibidang inilah negara kita tercinta Indonesia masih tertatih-tatih belajar memahami apa arti rule of law sebagaimana sering kita kita nyatakan secara fasih.
ECW Wade dan Godfrey Philips dalam PM Hadjon (1987:81) menyatakan tiga konsep mengenai “Rule of Law” yaitu:
-           The Rule Of Law mendahulukan hukum dan ketertiban dalam masyarakat yang dalam pandangan tradisi barat lahir dari alam demokrasi.
-           The Rule of Law menunjukkan suatu doktrin hukum bahwa pemerintahan harus dilaksanakan sesuai dengan hukum.
-           The Rule of Law menunjukkan suatu kerangka pikir politik yang harus diperinci oleh peraturan-peraturan hukum baik substantif maupun hukum acara.
Berbagai unsur dari pengertian Rule of Law tersebut haruslah dilaksanakan secara keseluruhan, bukan sepotong-sepotong, dan dalam waktu bersamaan. Pengecualian dan penangguhan salah satu unsurnya akan merusak keseluruhan sistim.

No comments:

Post a Comment