Tuesday, May 8, 2012

Mengenal Hukum Ekonomi Dunia



Secara sederhana, hukum ekonomi bisa kita artikan sebagai ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam sistem atau kegiatan ekonomi.Hukum ekonomi ini biasanya berpusat pada empat kegiatan dasar ekonomi, antara lain produksi, distribusi, pertukaran, dan konsumsi. Sebagai contoh, permintaan tinggi berdampak pada harga yang tinggi, merupakan salah satu hukum ekonomi. Atau ketika persebaran uang dalam jumlah banyak akan berdampak pada penurunan nilai mata uang, juga termasuk hukum ekonomi.

Hukum Ekonomi Liberal

Gagasar mengenai hukum ekonomi atau lebih tepatnya ekonomi liberalpertama kali dipopulerkan oleh Adam Smith dalam karyanya The Wealth of Nation. Gagasan ekonomi liberal yang paling kuat adalah semboyan “laissez faire laissez passer, le monde va de lui-meme” yang bisa diartikan “jangan campur tangan, biarkan saja, alam bisa berjalan sendiri”.
Gagasan ini digunakan kaum liberal untuk mengatasi campur tangan negara atau kekuatan-kekuatan lain dalam mempengaruhi ekonomi serta pasar. Singkat kata, kaum liberal dalam sistem ekonominya tidak menghendaki adanya campur tangan siapa pun. Mereka mempercayai bahwa dalam ekonomi terdapat kekuatan yang disebut the invisible hand.
Negara tidak perlu campur tangan ketika harga kebutuhan pokok di pasar naik, atau ketika pengangguran dalam penduduk bertambah. Mereka mempercayai bahwa kekuatan yang tidak terlihat itu akan membawa perekonomian dalam kondisi yang kembali stabil.
Ketika pengangguran merebak, kekuatan itu akan mengendalikannya dengan menyerap tenaga kerja dengan upah kecil. Artinya, solusi upah kecil tersebut adalah jalan yang muncul dari kekuatan yang tidak terlihat itu.
Ekonomi liberal berhasil menyebarkan pengaruhnya dalam sistemkapitalisme yang sekarang sedang berjalan. Dengan prinsip semangat persaingan, masyarakat dibawa menuju apa yang sekarang disebut pasar bebas. Setiap kegiatan ekonomi tidak hanya dapat dilakukan di wilayah negara masing-masing, tetapi dapat menembus batas-batas negara.
Begitu pula pasar bebas ini membuka peluang bagi setiap orang untuk bekerja di negara mana pun. Persaingan bukan hanya terjadi dalam persaingan ekonomi semata, tetapi terjadi pula dalam persaingan memperoleh pekerjaan.
Dengan semangat persaingan tersebut, setiap perusahaan mengefisienkan produksi mereka agar dapat menghasilkan keuntungan yang berlimpah ruah. Di sinilah, hukum akumulai kapital (pertambahanmodal) menjadi tidak dapat dihindarkan. Setiap orang atau perusahaan secara terus menerus mengakumulasikan kapital mereka.
Bisnis dan usaha tidak dapat lagi dijalankan dalam satu bidang. Mereka harus mengepakan sayap ke bidang-bidang yang yang lain. Makanya tidak heran, satu perusahaan memiliki cabang-cabang usaha yang begitu beragam.
Hukum ekonomi liberal membuka kemungkinan yang sangat besar terhadap kesenjangan sosial. Mereka yang memiliki kekuatan modal besar dapat menjalankan usahanya hingga pada akhinya melakukan monopoli. Sementara itu, mereka yang hanya memiliki modal seadanya tergerus oleh derasnya arus persaingan.
Di sisi lain, ekonomi liberal menyisakan problem di mana negaraberkembang semakin miskin dan negara maju semakin kaya dengan diluncurkannya program bantuan utang, baik yang dimotori oleh IMF maupun World Bank.

Hukum Ekonomi Merkantilis

Dari kondisi tersebut, hukum ekonomi merkantilis melihat bahwa peningkatan jumlah kekayaan suatu negara bukanlah hasil dari usaha “halal” yang mereka peroleh. Hukum ekonomi merkantilis melihat bahwa jumlah kekayaan dunia itu tetap dalam perkembangan dan keadaannya. Oleh karena itu, kekayaan berlebih yang dimiliki suatu negara merupakan rampasan dari kekayaan negara lain.
Kita bisa lihat bagaimana kekayaan alam negara seperti Indonesiadiambil alih oleh perusahaan-perusahaan asing di dunia. Negara yang mendukung program eksplorasi alam semakin bertambah kekayaannya, sementara negara pemilik kekayaan tersebut masih tetap dalam kondisi yang miskin. Di sini kita bisa melihat logisnya hukum ekonomi yang dikemukakan oleh kaum merkantilis.
Dalam karyanya The End of History and The Last Man, Francis Fukuyama menilai bahwa abad 20 merupakan kemenangan mutlak yang diperoleh kapitalisme dalam menguasai politik, sistem ekonomi, serta kekayaan dunia. Mimpi bahwa dunia dipimpin oleh satu kekuatan ekonomi tampaknya sudah sangat dekat. Kini maupun nanti hanya akan ada dua golongan dalam hukum ekonomi, mereka yang berkuasa secara mutlak, dan mereka yang dikuasai secara mutlak pula.
Karena itulah, banyak orang yang berharap datangnya sistem ekonomi yang lebih adil dari ekonomi liberal. Yang dapat membawa kemakmuran bagi semua manusia, serta dapat meningkatkan kemakmuran dan kemajuan bagi negara-negara miskin di dunia. 

Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia

Hukum ekonomi syariah merupakan bagian dari syariah atau hukum Islam yang berkembang pesat di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Hukum ekonomi syariah adalah penyatuan antara hukum ekonomi konvensional (yang sudah melewati transformasi proses Islamisasi hukum oleh ahli-ahli ekonomi Islam) dan fiqh mu’amalat konvensional yang memiliki akar panjang di dalam sejarah Islam. Wajar saja jika hukum ekonomi syariah masih dianggap hal baru di beberapa negara yang berpenduduk muslim karena sedikitnya peraturan perundang-undangan negara yang mendukung serta prektik peradilan. 
Pada umumnya, hukum materil ekonomi syariah di Indoensia baru tersedia berbentuk fiqh para fuqaha atau fatwa Dewan Syariah Nasional majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) bersifat khusus. Sebagian fatwanya sudah menjadi bagian dari peraturan BI (Bank Indonesia) lewat upaya positivasi fatwa. 
Untuk mengisi kekosongan perundang-undangan dalam bidang hukum ekonomi syariah yang penting bagi penyelesaian sengketa di pengadilan, Mahkamah Agung RI sudah mengeluarkan PeraturanMahkamah Agung No.02 Tahun 2008 mengenai Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES). Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) terdiri atas empat buku, yaitu tentang subek hukum dan amwal, akad, zakat dan hibah, serta akuntansi syariah. 
Baik pemerintah maupun DPR RI diharapkan memiliki inisiatif di masa yang akan datang untuk meningkatkan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) menjadi Kitab Undang-Undang Ekonomi Syariah lewat produk perundang-undangan.
Tindakan lainnya yang harus dilakasanakan di masa yang akan datang terkait hukum ekonomi syariah yaitu membuat Lembaga Fatwa Negara dengan cara meningkatkan status DSN MUI menjadi Lembaga Fatwa Negara berlandaskan undang-uindang dan kedudukannya sejajar. Contohnya di Malayasia dengan adanya kantor Mufti, di mana jika fatwa yang diterbitkan, diumumkan dalam lembaran negara, fatwa tersebut memiliki kekuatan yang sama dengan undang-undang. 
Di dalam bidang hukum ekonomi syariah pun sudah lahir perundang-undangan tentang perbankan syariah dan Surat berharga Syariah Negara yang mengindikasikan syariat atau hukum Islam sebagai hukum materiil ekonomi syariah. Sebenarnya, minimnya perundang-undangan dalam bidang hukum ekonomi syariah tidak menjadi halangan bagi hakim-hakim untuk memutuskan sengketa tertentu yang diajukan ke pengadilan. 
Para hakim bisa mengembangkan sumber hukum ekonomi syariah yang berupa fatwa dan peraturan perundang-undangan ekonomi syariah dengan cara tarjih dari pendapat-pendapat yang sudah ada. Selain itu, dapat juga dilakukan istinbath dan ijtihad tentunya dengan batas kemampuan yang dimiliki. 
Perkembangan hukum ekonomi yang bersifat syariah Islam di Indonesia akhir-akhir ini memperlihatkan syariat atau hukum Islam sebagai hukum yang di terapkan di sini. Hukum ini didukung oleh masyarakat lewat para pelaku ekonomi, lembaga-lembaga keuangan, pendidikan, peradilan, keulamaan, dan lain sebagainya. 
Peraturan perundang-undangan yang masih minim sesungguhnya bukanlah halangan serius bagi para hakim peradilan agama untuk memutuskan sengketa ekonomi syariah. Hal ini karena sejak dulu para hakim ini selalu memutuskan sebuah perkara dengan berpedoman pada syariat Islam sebagai ius constitum bagi dunia Islam. Dengan adanya hukum ekonomi syariah, setidaknya sebagian besar fiqh mu’amalat sudah menjadi hukum Indonesia. 



No comments:

Post a Comment